Selamat Datang di Cerita KakMans. Terima kasih karena sudah menyempatkan waktunya untuk mengunjungi dan membaca blog saya. ^_^ CERITA KAKMANS: My Father Was Not A Hero

Tuesday, August 23, 2016

My Father Was Not A Hero

Hallo sahabat blogger, akhirnya kita bisa bertemu lagi nih. Gimana nih kegiatan hari-harinya? Udah berjalan seperti biasakan? Udah ada yang sekolah, kerja, ataupun kuliah. Atau mungkin masih ada yang nganggur sama seperti saya, hehehe. Ohh yaa, untuk postingan kali ini, saya akan membahas sesuatu tentang ayah saya. Sebenarnya ini adalah cerita privasi, dan tidak baik untuk disebar. Tapi ternyata saya sudah tidak tahan terus menerus memendam ini semua. Sebab pikiran itu selalu menghantui dan melayang-layang dipikiran saya. Saya sudah merasa terbebani karena hal itu. Maka dari itu, saya ingin menceritakan semuanya disini. Agar pikiran saya bisa lega, dan kembali segar lagi. Baiklah tidak usah basa-basi lagi, berikut adalah curahan dari saya yang akan saya ceritakan.

Sudah bertahun-tahun, tapi surat ini masih saya simpan dengan baik. Ini adalah surat terakhir yang ditulis ayah sebelum dia memutuskan untuk berpisah dengan umi. Jika boleh jujur, sebenarnya saya tidak benar-benar menyayangi ayah, karena apa? Karena sebenarnya saya membenci ayah saya. Saya benci karena dulu ayah sering membuat umi menangis. Saya benci karena dulu ayah sering melukai umi, baik itu dengan perkataan maupun dengan menggunakan fisik. Saya benci karena ayah lemah, egois, pemarah, dan tidak bertanggung jawab. Saya benci karena ayah sering membuat janji-janji palsu. Dan saya paling benci karena ayah adalah seorang PEMBOHONG.

Dulu ketika baru-baru berpisah, ayah dengan mudah melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Maka dari itu, pernah ada usulan untuk menjadikan saya dan juga adik saya sebagai anak yatim. Namun tiba-tiba, ayah datang dengan ditemani oleh saudara-saudaranya. Diwakili oleh kakaknya, ayah mengatakan bahwa ayah masih ingin silaturahmi diantara keluarga masih terus baik. Dari situ saya sadar, bahwa ayah adalah seorang PENGECUT. Ayah berani berbuat sesuatu, tapi ayah tidak berani untuk bertanggung jawab. Setelah itu hubungan kembali baik lagi, meskipun status rumah tangga ayah dan umi sudah berubah. Ayah juga menafkahi anak-anaknya kembali, namun ayah melakukannya tidak dengan sepenuh hati. Bahkan ada salah satu kakaknya ayah yang mengatakan kepada saya, agar saya tidak diam saja serta harus berani berbicara didepan ayah. Sebab nafkah yang ayah berikan, itu masih jauh dari kata layak. Apalagi dengan gaji bulanan ayah yang segitu.

Salah satu kakaknya ayah yang awalnya pro terhadap ayah, perlahan-lahan mulai mengetahui kesalahan-kesalahan dari ayah. Kalau liburan, ayah sering mengajak saya dan adik saya liburan ke rumahnya. Namun lagi-lagi ayah adalah seseorang yang TIDAK BERTANGGUNG JAWAB. Sebab ayah hanya bisa mengajak saja, namun tidak bisa mengantarkan pulang. Beberapa kali saya malah justru sering diantarkan pulang oleh mamah. Padahal status mamah hanyalah seorang ibu tiri. Terus kemana ayah? Jika memang ayah sibuk, terus ngapain ayah mengajak anaknya dan mengiming-ngimingkan soal liburan? Padahal anak-anaknya sudah berharap bisa liburan bersama ayahnya. Sebab anak-anaknya memang jarang sekali bertemu, dan ingin menghabiskan waktu liburnya dengan ayah. Namun ternyata kenyataan jauh dari sebuah harapan. Saya disana hanyalah diam, bête, tidak ngapa-ngapain, karena hanya berdua saja dirumah dengan adik saya. Sedangkan ayah malah sibuk dengan pekerjaannya.

Kini kejadian yang pernah menimpa umi terulang kembali, tapi kali ini mamahlah yang mengalaminya. Sebenarnya apa sih mau ayah? Berumah tangga hanya ingin mengharapkan seorang anak? Hahh, menurut saya itu adalah pemikiran yang bodoh. Sebab bukan itulah tujuan dari rumah tangga yang sebenarnya. Ingat yaa, anak itu adalah titipan, dan anak juga hanyalah bonus dari sebuah pernikahan. Mungkin ayah memang ditakdirkan untuk tidak mempunyai anak lagi. Karena apa? Karena Tuhan ingin ayah fokus dan bertanggung jawab kepada anak-anak ayah sebelumnya. Jika ayah berkata lagi bahwa ayah masih ingin mewujudkan keinginan nenek yang ingin memiliki keturunan perempuan. Maka lagi-lagi ayah memiliki pemikiran yang terlalu bodoh.

Coba ayah perhatikan kedua anak ayah, mereka semua sudah beranjak dewasa. Mungkin ayah memang tidak ditakdirkan untuk memenuhi itu. Tapi beberapa tahun lagi anak-anak ayah bisa kok menggantikan ayah untuk memenuhi keinginan itu. Beberapa bulan yang lalu, bahkan ada sebuah kejadian bahwa ayah bertengkar dengan kakak ayah hanya karena seseorang yang ayah anggap sebagai PACAR. Wajarlah jika kakak ayah seperti itu, karena itu adalah acara keluarga. Sedangkan pacar ayah itu siapa? Dia masih belum sah menjadi keluarga kita. Tapi kenapa dia bersikap memalukan seperti itu disaat acara keluarga? Kenapa ayah membelanya seolah-olah dia berharga banget buat ayah? Dan kenapa dulu ayah tidak pernah membela umi? Bahkan dulu ayah malah semakin menyudutkan umi. Meskipun saya tidak berada disitu, tapi apakah ayah sadar kalau disitu masih ada adik saya? Lagi-lagi adik saya harus melihat kejadian yang sudah lama sekali ingin dilupakan.

Ayah benar-benar berperilaku buruk, dan ayah adalah sosok ayah yang tidak pantas untuk dicontoh maupun menjadi panutan. Apakah menurut ayah apa yang ayah lakukan itu untuk kebahagiaan anak-anak ayah? Apakah menurut ayah anak-anak ayah merasa bahagia akan hal itu? Tidak yah, anak-anak ayah justru merasa sakit, terluka, dan terpukul kembali. Anak-anak ayah udah mulai merasa bahagia dengan keluarga baru ayah. Namun tiba-tiba ayah menjatuhkannya, lalu menghancurkannya. Keputusan sepihak ayah membuat luka lama yang sudah hilang menjadi datang lagi. Coba deh ayah berpikir lebih jauh lagi. Tolong buang sikap egois ayah yang hanya mementingkan diri ayah sendiri. Saya capek yah, capek karena harus selalu mengikuti permainan kebohongan ayah.

Maka dari itu saya selalu berkata, bahwa saya ingin memulai permainan saya sendiri. Tapi saya juga bingung ingin memulai dengan cara apa? Dan bagaimana saya harus memulainya? Apakah harus dengan kebohongan lagi? Kalau iya, berarti saya sama saja meneruskan permainan ayah dong. Saya sadar, sesuatu yang dilakukan dengan kebohongan, maka akhirnya pun tak akan pernah indah. Saya ingin berdiri sendiri, dan memulai permainan saya sendiri. Meskipun saya sadar, kalau saya memang belum bisa untuk mandiri.

Kenapa semua yang ada didunia ini tidak ada yang abadi? Kenapa kebahagiaan harus berubah menjadi kesedihan? Kenapa kesenangan harus menjadi penderitaan? Dan kenapa kebahagiaan seorang anak harus dikorbankan hanya karena keegoisan dari orang tua. Saya benar-benar membencimu, ayah. Saya pikir jika kau jatuh ke dalam kehancuran, saya akan menjadi orang paling bahagia. Tapi, bahkan dengan ini berada ditanganku. Kenapa saya tidak bisa melakukan apa-apa? Apa kau tau, ayah?. Lakukanlah apa yang ayah inginkan dengan ini. Apapun yang ayah pilih, saya akan menganggap itu sebagai jawaban dari pertanyaan saya. I trust that ‘My Father was not a Hero’, but I Need you.

Mungkin hanya ini cerita yang dapat saya ceritakan. Apabila ada kata-kata yang salah, tidak baik, ataupun kurang sopan. Maka saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya. Karena saya hanyalah manusia biasa yang tidak pernah lepas dari kesalahan. Saya juga gak bermaksud untuk durhaka terhadap ayah saya. Namun saya hanya ingin menyadarkan ayah saya dari semua tingkah laku dan perbuatannya yang salah. Semoga saja apa yang saya tulis ini bisa sampai kepada ayah saya. Ohh yaa, ada satu kebenaran lagi yang harus saya sampaikan. Sebenarnya itu adalah alasan utama saya, kenapa saya masih belum berani untuk memulai suatu hubungan dengan seorang wanita. Pertengkaran antara kedua orang tua saya yang pernah terjadi didepan saya membuat saya menjadi takut. Saya takut jika sewaktu-waktu ada sebuah pertengkaran dihubungan saya, dan saya takut kalau nanti saya tidak bisa menyelesaikannya dengan baik. Sebab saya juga paling takut sekali dengan sebuah perpisahan.

Saya memang pernah membuat janji untuk tidak menjalin hubungan terlebih dahulu. Tapi saya hanya berjanji sampai lulus sekolah saja. Dan kini saya sudah lulus sekolah, maka janji itu sudah tidak berarti lagi dong?. Hmm, mungkin juga saya pernah berjanji untuk setia menunggu peri kecil. Yaa saya memang berjanji akan hal itu. Tapi saya juga bingung, darimana dan kapan saya harus memulainya? Sebab peri kecil gak hanya harus menunggu, tapi sayalah yang harus menjemputnya terlebih dahulu. Jadinya saya hanya sekedar bisa mengaguminya saja, sebab saya tidak berani untuk mengungkapkannya. Lalu, apakah ada seorang wanita yang mau menerima lelaki pengecut seperti saya? Ataupun apakah ada wanita yang bersedia menerima masa lalu saya yang kelam itu? Jika memang ada, siapakah dia? Apakah dia peri kecil? Entahlah, itu semua adalah ‘Rahasia Tuhan’. Jujur, saya membutuhkan seseorang yang bisa menjadi alasan saya untuk mengerti tujuan dari hidup yang sebenarnya. Sebab saya masih belum mengerti, untuk apakah saya masih bertahan hidup sampai sekarang?. Terima kasih yaa sahabat blogger, karena sudah mau menyempatkan waktunya untuk membaca dan mengunjungi blog saya. Sekali lagi, Terima Kasih. ^_^

No comments:

Post a Comment